diambil dari Google |
Aku berangkat kerja
jam tujuh pagi, menikmati angin yang berhembus menghunus dadaku. Motor butut
yang telah lama kumiliki, dan jarang sekali kuservis, menemaniku setiap pagi.
Lagi, angin menghunus dadaku. Aku harus cepat, kalau tidak aku terlambat masuk
kerja.
Jam setengah delapan
aku menunggu tukang kayu di gudang kayu milik keluargaku. Menunggu karena aku
ingin memberikan kunci gudangku agar bisa dibuka-tutupnya gudangku, barangkali
dia ingin makan siang, dan lagi karena aku tak dapat mempersiapkan makan
siangnya.
Jam delapan tepat tak
kunjung dating, rasa khawatir karena terlambat mulai merasa. Perjalananku jauh
dan aku harus sampai sebelum jam setengah Sembilan. Akhirnya dia meneleponku,
mengabari ketakbisaannya dalam kehadiran; membuat anyaman kayu yang berbagai
rupa. Aku pun memasukkan kunci itu lagi, ke dalam tasku, yang akan aku bawa ke
tempatku bekerja. Ah, sungguh, menunggu membuang waktu.